Connect with us

Politik

Direktorat Jenderal Bea Cukai Dipilih dari TNI, Tugas Berat Ini Telah Dihadapi

Di balik permukaan kepemimpinan militer di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tersembunyi tugas yang penuh gejolak dan tantangan yang berpotensi mendefinisikan ulang tata kelola Indonesia.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepemimpinan

Seiring kita menyaksikan pengangkatan Letnan Jenderal Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang baru, kita tidak dapat tidak memikirkan implikasi dari keberadaan seorang pemimpin militer dalam peran sipil, terutama mengingat Pasal 47 Undang-Undang TNI yang membatasi transisi semacam ini. Perkembangan ini menimbulkan pertanyaan penting tentang pengawasan sipil dan pengaruh militer dalam kerangka pemerintahan Indonesia.

Sangat penting untuk menganalisis bagaimana pergeseran ini dapat mempengaruhi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang menghadapi berbagai tantangan dalam memastikan administrasi bea cukai yang efektif dan memberantas korupsi. Latar belakang militer Djaka menunjukkan potensi perubahan dalam cara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai beroperasi.

Meskipun pengangkatannya dimaksudkan untuk meningkatkan pengawasan bea cukai dan penerimaan negara, kita harus mengkritisi apakah seorang pemimpin militer benar-benar sejalan dengan prinsip-prinsip pemerintahan sipil. Undang-Undang TNI secara eksplisit melarang personel militer memegang peran yang dapat mengkompromikan otoritas sipil, dengan tujuan mencegah pengaruh militer yang berlebihan di bidang-bidang yang secara tradisional berada di bawah pengawasan sipil.

Undang-undang ini ada untuk melindungi prinsip-prinsip demokrasi dan menjaga keseimbangan antara operasi sipil dan militer yang rapuh. Strategi Presiden Prabowo Subianto untuk memerangi korupsi dan meningkatkan kepatuhan pajak melalui kepemimpinan Djaka patut diapresiasi.

Namun, kita harus tetap waspada terhadap bagaimana strategi ini akan berkembang. Djaka diharapkan mampu mengatasi peredaran barang selundupan, praktik perpajakan ilegal, dan memperluas objek cukai sambil bertujuan memenuhi target penerimaan yang ambisius sebesar Rp301,6 triliun. Misi ini tidak hanya membutuhkan disiplin militer, tetapi juga pemahaman yang mendalam tentang kebijakan ekonomi sipil dan kerangka regulasi.

Kita berada di persimpangan jalan, mempertanyakan apakah pengalaman militer Djaka akan meningkatkan efektivitas operasional atau justru secara tidak sengaja memperpetuasi budaya kontrol dari atas ke bawah yang dapat merusak prinsip-prinsip pemerintahan demokratis.

Potensi pengaruh militer dalam peran sipil ini dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara tujuan Direktorat dan kebebasan warga negara yang dilayani. Sebagai pemangku kepentingan dalam proses demokrasi ini, kita harus mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pendekatan reformasi Djaka.

Kita harus menggalakkan praktik yang memperkuat pengawasan sipil sambil memastikan bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai beroperasi sesuai dengan hukum. Hanya dengan menciptakan lingkungan di mana otoritas sipil tetap dominan, kita dapat memastikan bahwa administrasi bea cukai kita tetap responsif terhadap kebutuhan rakyat.

Jalan di depan mungkin penuh tantangan, tetapi dengan keterlibatan yang waspada, kita dapat menavigasi kompleksitas ini bersama.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Trending